~ASSALAMUALAIKUM wr.wb.
Disini saya mau ngepost tentang>>>
10 Kerusakan dalam Perayaan Tahun Baru
Alhamdulillah. Segala puji hanya milik Allah,
Rabb yang memberikan hidayah demi hidayah.
Shalawat dan salam kepada Nabi kita
Muhammad, keluarga, para sahabat dan
orang-orang yang mengikuti mereka hingga
akhir zaman.
Manusia di berbagai negeri sangat antusias
menyambut perhelatan yang hanya setahun
sekali ini. Hingga walaupun sampai lembur
pun, mereka dengan rela dan sabar menunggu
pergantian tahun. Namun bagaimanakah
pandangan Islam -agama yang hanif-
mengenai perayaan tersebut? Apakah
mengikuti dan merayakannya diperbolehkan?
Semoga artikel yang singkat ini bisa
menjawabnya.
Sejarah Tahun Baru Masehi
Tahun Baru pertama kali dirayakan pada
tanggal 1 Januari 45 SM (sebelum masehi).
Tidak lama setelah Julius Caesar dinobatkan
sebagai kaisar Roma, ia memutuskan untuk
mengganti penanggalan tradisional Romawi
yang telah diciptakan sejak abad ketujuh SM.
Dalam mendesain kalender baru ini, Julius
Caesar dibantu oleh Sosigenes, seorang ahli
astronomi dari Iskandariyah, yang
menyarankan agar penanggalan baru itu
dibuat dengan mengikuti revolusi matahari,
sebagaimana yang dilakukan orang-orang
Mesir. Satu tahun dalam penanggalan baru itu
dihitung sebanyak 365 seperempat hari dan
Caesar menambahkan 67 hari pada tahun 45
SM sehingga tahun 46 SM dimulai pada 1
Januari. Caesar juga memerintahkan agar
setiap empat tahun, satu hari ditambahkan
kepada bulan Februari, yang secara teoritis
bisa menghindari penyimpangan dalam
kalender baru ini. Tidak lama sebelum Caesar
terbunuh di tahun 44 SM, dia mengubah nama
bulan Quintilis dengan namanya, yaitu Julius
atau Juli. Kemudian, nama bulan Sextilis
diganti dengan nama pengganti Julius Caesar,
Kaisar Augustus, menjadi bulan Agustus.[1]
Dari sini kita dapat menyaksikan bahwa
perayaan tahun baru dimulai dari orang-orang
kafir dan sama sekali bukan dari Islam.
Perayaan tahun baru ini terjadi pada
pergantian tahun kalender Gregorian yang
sejak dulu telah dirayakan oleh orang-orang
kafir.
Berikut adalah beberapa kerusakan akibat
seorang muslim merayakan tahun baru.
Kerusakan Pertama: Merayakan Tahun Baru
Berarti Merayakan ‘Ied (Perayaan) yang
Haram
Perlu diketahui bahwa perayaan (’ied) kaum
muslimin ada dua yaitu ‘Idul Fithri dan ‘Idul
Adha. Anas bin Malik mengatakan,
ﻛَﺎﻥَ ﻟِﺄَﻫْﻞِ ﺍﻟْﺠَﺎﻫِﻠِﻴَّﺔِ ﻳَﻮْﻣَﺎﻥِ ﻓِﻲ ﻛُﻞِّ ﺳَﻨَﺔٍ ﻳَﻠْﻌَﺒُﻮﻥَ ﻓِﻴﻬِﻤَﺎ ﻓَﻠَﻤَّﺎ ﻗَﺪِﻡَ
ﺍﻟﻨَّﺒِﻲُّ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﺍﻟْﻤَﺪِﻳﻨَﺔَ ﻗَﺎﻝَ ﻛَﺎﻥَ ﻟَﻜُﻢْ ﻳَﻮْﻣَﺎﻥِ ﺗَﻠْﻌَﺒُﻮﻥَ
ﻓِﻴﻬِﻤَﺎ ﻭَﻗَﺪْ ﺃَﺑْﺪَﻟَﻜُﻢْ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﺑِﻬِﻤَﺎ ﺧَﻴْﺮًﺍ ﻣِﻨْﻬُﻤَﺎ ﻳَﻮْﻡَ ﺍﻟْﻔِﻄْﺮِ ﻭَﻳَﻮْﻡَ ﺍﻟْﺄَﺿْﺤَﻰ
“Orang-orang Jahiliyah dahulu memiliki dua
hari (hari Nairuz dan Mihrojan) di setiap tahun
yang mereka senang-senang ketika itu. Ketika
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tiba di
Madinah, beliau mengatakan, ‘Dulu kalian
memiliki dua hari untuk senang-senang di
dalamnya. Sekarang Allah telah
menggantikan bagi kalian dua hari yang lebih
baik yaitu hari Idul Fithri dan Idul Adha.’”[2]
Namun setelah itu muncul berbagai perayaan
(’ied) di tengah kaum muslimin. Ada perayaan
yang dimaksudkan untuk ibadah atau sekedar
meniru-niru orang kafir. Di antara perayaan
yang kami maksudkan di sini adalah perayaan
tahun baru Masehi. Perayaan semacam ini
berarti di luar perayaan yang Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam maksudkan sebagai
perayaan yang lebih baik yang Allah ganti.
Karena perayaan kaum muslimin hanyalah dua
yang dikatakan baik yaitu Idul Fithri dan Idul
Adha.
Perhatikan penjelasan Al Lajnah Ad Da-imah
lil Buhuts ‘Ilmiyyah wal Ifta’, komisi fatwa di
Saudi Arabia berikut ini:
Al Lajnah Ad Da-imah mengatakan, “Yang
disebut ‘ied atau hari perayaan secara istilah
adalah semua bentuk perkumpulan yang
berulang secara periodik boleh jadi tahunan,
bulanan, mingguan atau semisalnya. Jadi
dalam ied terkumpul beberapa hal:
1. Hari yang berulang semisal idul fitri dan
hari Jumat.
2. Berkumpulnya banyak orang pada hari
tersebut.
3. Berbagai aktivitas yang dilakukan pada hari
itu baik berupa ritual ibadah ataupun non
ibadah.
Hukum ied (perayaan) terbagi menjadi dua:
1. Ied yang tujuannya adalah beribadah,
mendekatkan diri kepada Allah dan
mengagungkan hari tersebut dalam rangka
mendapat pahala, atau
2. Ied yang mengandung unsur menyerupai
orang-orang jahiliah atau golongan-golongan
orang kafir yang lain maka hukumnya adalah
bid’ah yang terlarang karena tercakup dalam
sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
ﻣَﻦْ ﺃَﺣْﺪَﺙَ ﻓِﻰ ﺃَﻣْﺮِﻧَﺎ ﻫَﺬَﺍ ﻣَﺎ ﻟَﻴْﺲَ ﻣِﻨْﻪُ ﻓَﻬُﻮَ ﺭَﺩٌّ
“Barang siapa yang mengada-adakan amal
dalam agama kami ini padahal bukanlah
bagian dari agama maka amal tersebut
tertolak.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Misalnya adalah peringatan maulid nabi, hari
ibu dan hari kemerdekaan. Peringatan maulid
nabi itu terlarang karena hal itu termasuk
mengada-adakan ritual yang tidak pernah
Allah izinkan di samping menyerupai orang-
orang Nasrani dan golongan orang kafir yang
lain. Sedangkan hari ibu dan hari
kemerdekaan terlarang karena menyerupai
orang kafir.”[3] -Demikian penjelasan Lajnah-
Begitu pula perayaan tahun baru termasuk
perayaan yang terlarang karena menyerupai
perayaan orang kafir.
Kerusakan Kedua: Merayakan Tahun Baru
Berarti Tasyabbuh (Meniru-niru) Orang Kafir
Merayakan tahun baru termasuk meniru-niru
orang kafir. Dan sejak dulu Nabi kita
shallallahu ‘alaihi wa sallam sudah mewanti-
wanti bahwa umat ini memang akan
mengikuti jejak orang Persia, Romawi, Yahudi
dan Nashrani. Kaum muslimin mengikuti
mereka baik dalam berpakaian atau pun
berhari raya.
Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
« ﻻَ ﺗَﻘُﻮﻡُ ﺍﻟﺴَّﺎﻋَﺔُ ﺣَﺘَّﻰ ﺗَﺄْﺧُﺬَ ﺃُﻣَّﺘِﻰ ﺑِﺄَﺧْﺬِ ﺍﻟْﻘُﺮُﻭﻥِ ﻗَﺒْﻠَﻬَﺎ ، ﺷِﺒْﺮًﺍ ﺑِﺸِﺒْﺮٍ
ﻭَﺫِﺭَﺍﻋًﺎ ﺑِﺬِﺭَﺍﻉٍ . « ﻓَﻘِﻴﻞَ ﻳَﺎ ﺭَﺳُﻮﻝَ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﻛَﻔَﺎﺭِﺱَ ﻭَﺍﻟﺮُّﻭﻡِ . ﻓَﻘَﺎﻝَ »
ﻭَﻣَﻦِ ﺍﻟﻨَّﺎﺱُ ﺇِﻻَّ ﺃُﻭﻟَﺌِﻚَ »
“Kiamat tidak akan terjadi hingga umatku
mengikuti jalan generasi sebelumnya
sejengkal demi sejengkal, sehasta demi
sehasta.” Lalu ada yang menanyakan pada
Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam-,
“Apakah mereka itu mengikuti seperti Persia
dan Romawi?” Beliau menjawab, “Selain
mereka, lantas siapa lagi?“[4]
Dari Abu Sa’id Al Khudri, ia berkata bahwa
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
ﻟَﺘَﺘَّﺒِﻌُﻦَّ ﺳَﻨَﻦَ ﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﻣِﻦْ ﻗَﺒْﻠِﻜُﻢْ ﺷِﺒْﺮًﺍ ﺑِﺸِﺒْﺮٍ ﻭَﺫِﺭَﺍﻋًﺎ ﺑِﺬِﺭَﺍﻉٍ ﺣَﺘَّﻰ ﻟَﻮْ
ﺩَﺧَﻠُﻮﺍ ﻓِﻰ ﺟُﺤْﺮِ ﺿَﺐٍّ ﻻَﺗَّﺒَﻌْﺘُﻤُﻮﻫُﻢْ . ﻗُﻠْﻨَﺎ ﻳَﺎ ﺭَﺳُﻮﻝَ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺁﻟْﻴَﻬُﻮﺩَ
ﻭَﺍﻟﻨَّﺼَﺎﺭَﻯ ﻗَﺎﻝَ ﻓَﻤَﻦْ
“Sungguh kalian akan mengikuti jalan orang-
orang sebelum kalian sejengkal demi
sejengkal dan sehasta demi sehasta sampai
jika orang-orang yang kalian ikuti itu masuk
ke lubang dhob (yang penuh lika-liku, pen),
pasti kalian pun akan mengikutinya.” Kami
(para sahabat) berkata, “Wahai Rasulullah,
Apakah yang diikuti itu adalah Yahudi dan
Nashrani?” Beliau menjawab, “Lantas siapa
lagi?” [5]
An Nawawi -rahimahullah- ketika
menjelaskan hadits di atas menjelaskan,
“Yang dimaksud dengan syibr (sejengkal) dan
dziro’ (hasta) serta lubang dhob (lubang hewan
tanah yang penuh lika-liku), adalah
permisalan bahwa tingkah laku kaum
muslimin sangat mirip sekali dengan tingkah
Yahudi dan Nashroni. Yaitu kaum muslimin
mencocoki mereka dalam kemaksiatan dan
berbagai penyimpangan, bukan dalam hal
kekufuran. Perkataan beliau ini adalah suatu
mukjizat bagi beliau karena apa yang beliau
katakan telah terjadi saat-saat ini.”[6]
Lihatlah apa yang dikatakan oleh Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam. Apa yang beliau
katakan memang benar-benar terjadi saat ini.
Berbagai model pakaian orang barat diikuti
oleh kaum muslimin, sampai pun yang
setengah telanjang. Begitu pula berbagai
perayaan pun diikuti, termasuk pula perayaan
tahun baru ini.
Ingatlah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
secara tegas telah melarang kita meniru-niru
orang kafir (tasyabbuh).
Beliau bersabda,
ﻣَﻦْ ﺗَﺸَﺒَّﻪَ ﺑِﻘَﻮْﻡٍ ﻓَﻬُﻮَ ﻣِﻨْﻬُﻢْ
“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum,
maka dia termasuk bagian dari mereka.” [7]
Menyerupai orang kafir (tasyabbuh) ini terjadi
dalam hal pakaian, penampilan dan
kebiasaan. Tasyabbuh di sini diharamkan
berdasarkan dalil Al Qur’an, As Sunnah dan
kesepakatan para ulama (ijma’).[8]
Kerusakan Ketiga: Merekayasa Amalan yang
Tanpa Tuntunan di Malam Tahun Baru
Kita sudah ketahui bahwa perayaan tahun
baru ini berasal dari orang kafir dan
merupakan tradisi mereka. Namun sayangnya
di antara orang-orang jahil ada yang
mensyari’atkan amalan-amalan tertentu pada
malam pergantian tahun. “Daripada waktu
kaum muslimin sia-sia, mending malam tahun
baru kita isi dengan dzikir berjama’ah di
masjid. Itu tentu lebih manfaat daripada
menunggu pergantian tahun tanpa ada
manfaatnya”, demikian ungkapan sebagian
orang. Ini sungguh aneh. Pensyariatan
semacam ini berarti melakukan suatu amalan
yang tanpa tuntunan. Perayaan tahun baru
sendiri adalah bukan perayaan atau ritual
kaum muslimin, lantas kenapa harus
disyari’atkan amalan tertentu ketika itu?
Apalagi menunggu pergantian tahun pun akan
mengakibatkan meninggalkan berbagai
kewajiban sebagaimana nanti akan kami
utarakan.
Jika ada yang mengatakan, “Daripada
menunggu tahun baru diisi dengan hal yang
tidak bermanfaat, mending diisi dengan dzikir.
Yang penting kan niat kita baik.”
Maka cukup kami sanggah niat baik semacam
ini dengan perkataan Ibnu Mas’ud ketika dia
melihat orang-orang yang berdzikir, namun
tidak sesuai tuntunan Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam. Orang yang melakukan dzikir yang
tidak ada tuntunannya ini mengatakan pada
Ibnu Mas’ud,
ﻭَﺍﻟﻠَّﻪِ ﻳَﺎ ﺃَﺑَﺎ ﻋَﺒْﺪِ ﺍﻟﺮَّﺣْﻤَﻦِ ﻣَﺎ ﺃَﺭَﺩْﻧَﺎ ﺇِﻻَّ ﺍﻟْﺨَﻴْﺮَ.
“Demi Allah, wahai Abu ‘Abdurrahman (Ibnu
Mas’ud), kami tidaklah menginginkan selain
kebaikan.”
Ibnu Mas’ud lantas berkata,
ﻭَﻛَﻢْ ﻣِﻦْ ﻣُﺮِﻳﺪٍ ﻟِﻠْﺨَﻴْﺮِ ﻟَﻦْ ﻳُﺼِﻴﺒَﻪُ
“Betapa banyak orang yang menginginkan
kebaikan, namun mereka tidak
mendapatkannya.” [9]
Jadi dalam melakukan suatu amalan, niat
baik semata tidaklah cukup. Kita harus juga
mengikuti contoh dari Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam, baru amalan tersebut bisa diterima
di sisi Allah.
Kerusakan Keempat: Terjerumus dalam
Keharaman dengan Mengucapkan Selamat
Tahun Baru
Kita telah ketahui bersama bahwa tahun baru
adalah syiar orang kafir dan bukanlah syiar
kaum muslimin. Jadi, tidak pantas seorang
muslim memberi selamat dalam syiar orang
kafir seperti ini. Bahkan hal ini tidak
dibolehkan berdasarkan kesepakatan para
ulama (ijma’).
Ibnul Qoyyim dalam Ahkam Ahli Dzimmah
mengatakan, “Adapun memberi ucapan
selamat pada syi’ar-syi’ar kekufuran yang
khusus bagi orang-orang kafir (seperti
mengucapkan selamat natal, pen) adalah
sesuatu yang diharamkan berdasarkan
ijma’ (kesepakatan) para ulama. Contohnya
adalah memberi ucapan selamat pada hari
raya dan puasa mereka seperti mengatakan,
‘Semoga hari ini adalah hari yang berkah
bagimu’, atau dengan ucapan selamat pada
hari besar mereka dan semacamnya.” Kalau
memang orang yang mengucapkan hal ini bisa
selamat dari kekafiran, namun dia tidak akan
lolos dari perkara yang diharamkan. Ucapan
selamat hari raya seperti ini pada mereka
sama saja dengan kita mengucapkan selamat
atas sujud yang mereka lakukan pada salib,
bahkan perbuatan seperti ini lebih besar
dosanya di sisi Allah. Ucapan selamat
semacam ini lebih dibenci oleh Allah
dibanding seseorang memberi ucapan selamat
pada orang yang minum minuman keras,
membunuh jiwa, berzina, atau ucapan selamat
pada maksiat lainnya.
Banyak orang yang kurang paham agama
terjatuh dalam hal tersebut. Orang-orang
semacam ini tidak mengetahui kejelekan dari
amalan yang mereka perbuat. Oleh karena itu,
barangsiapa memberi ucapan selamat pada
seseorang yang berbuat maksiat, bid’ah atau
kekufuran, maka dia pantas mendapatkan
kebencian dan murka Allah Ta’ala.”[10]
Kerusakan Kelima: Meninggalkan Perkara
Wajib yaitu Shalat Lima Waktu
Betapa banyak kita saksikan, karena
begadang semalam suntuk untuk menunggu
detik-detik pergantian tahun, bahkan
begadang seperti ini diteruskan lagi hingga
jam 1, jam 2 malam atau bahkan hingga pagi
hari, kebanyakan orang yang begadang
seperti ini luput dari shalat Shubuh yang kita
sudah sepakat tentang wajibnya. Di antara
mereka ada yang tidak mengerjakan shalat
Shubuh sama sekali karena sudah kelelahan
di pagi hari. Akhirnya, mereka tidur hingga
pertengahan siang dan berlalulah kewajiban
tadi tanpa ditunaikan sama sekali. Na’udzu
billahi min dzalik.
Ketahuilah bahwa meninggalkan satu saja
dari shalat lima waktu bukanlah perkara
sepele. Bahkan meningalkannya para ulama
sepakat bahwa itu termasuk dosa besar.
Ibnul Qoyyim -rahimahullah- mengatakan,
“Kaum muslimin tidaklah berselisih pendapat
(sepakat) bahwa meninggalkan shalat wajib
(shalat lima waktu) dengan sengaja termasuk
dosa besar yang paling besar dan dosanya
lebih besar dari dosa membunuh, merampas
harta orang lain, zina, mencuri, dan minum
minuman keras. Orang yang meninggalkannya
akan mendapat hukuman dan kemurkaan
Allah serta mendapatkan kehinaan di dunia
dan akhirat.”[11]
Adz Dzahabi –rahimahullah- juga mengatakan,
“Orang yang mengakhirkan shalat hingga
keluar waktunya termasuk pelaku dosa besar.
Dan yang meninggalkan shalat -yaitu satu
shalat saja- dianggap seperti orang yang
berzina dan mencuri. Karena meninggalkan
shalat atau luput darinya termasuk dosa
besar. Oleh karena itu, orang yang
meninggalkannya sampai berkali-kali
termasuk pelaku dosa besar sampai dia
bertaubat. Sesungguhnya orang yang
meninggalkan shalat termasuk orang yang
merugi, celaka dan termasuk orang mujrim
(yang berbuat dosa).”[12]
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun
mengancam dengan kekafiran bagi orang
yang sengaja meninggalkan shalat lima
waktu. Buraidah bin Al Hushoib Al Aslamiy
berkata, “Aku mendengar Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ﺍﻟْﻌَﻬْﺪُ ﺍﻟَّﺬِﻯ ﺑَﻴْﻨَﻨَﺎ ﻭَﺑَﻴْﻨَﻬُﻢُ ﺍﻟﺼَّﻼَﺓُ ﻓَﻤَﻦْ ﺗَﺮَﻛَﻬَﺎ ﻓَﻘَﺪْ ﻛَﻔَﺮَ
“Perjanjian antara kami dan mereka (orang
kafir) adalah shalat. Barangsiapa
meninggalkannya maka dia telah kafir.”[13]
Oleh karenanya, seorang muslim tidak
sepantasnya merayakan tahun baru sehingga
membuat dirinya terjerumus dalam dosa
besar.
Dengan merayakan tahun baru, seseorang
dapat pula terluput dari amalan yang utama
yaitu shalat malam. Dari Abu Hurairah,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
ﺃَﻓْﻀَﻞُ ﺍﻟﺼَّﻠَﺎﺓِ ﺑَﻌْﺪَ ﺍﻟْﻔَﺮِﻳﻀَﺔِ ﺻَﻠَﺎﺓُ ﺍﻟﻠَّﻴْﻞِ
“Sebaik-baik shalat setelah shalat wajib
adalah shalat malam.”[14] Shalat malam
adalah sebaik-baik shalat dan shalat yang
biasa digemari oleh orang-orang sholih.
Seseorang pun bisa mendapatkan keutamaan
karena bertemu dengan waktu yang mustajab
untuk berdo’a yaitu ketika sepertiga malam
terakhir. Sungguh sia-sia jika seseorang
mendapati malam tersebut namun ia menyia-
nyiakannya. Melalaikan shalat malam
disebabkan mengikuti budaya orang barat,
sungguh adalah kerugian yang sangat besar.
Kerusakan Keenam: Begadang Tanpa Ada
Hajat
Begadang tanpa ada kepentingan yang syar’i
dibenci oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam. Termasuk di sini adalah menunggu
detik-detik pergantian tahun yang tidak ada
manfaatnya sama sekali. Diriwayatkan dari
Abi Barzah, beliau berkata,
ﺃَﻥَّ ﺭَﺳُﻮﻝَ ﺍﻟﻠَّﻪِ – ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ – ﻛَﺎﻥَ ﻳَﻜْﺮَﻩُ ﺍﻟﻨَّﻮْﻡَ ﻗَﺒْﻞَ
ﺍﻟْﻌِﺸَﺎﺀِ ﻭَﺍﻟْﺤَﺪِﻳﺚَ ﺑَﻌْﺪَﻫَﺎ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
membenci tidur sebelum shalat ‘Isya dan
ngobrol-ngobrol setelahnya.”[15]
Ibnu Baththol menjelaskan, “Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam tidak suka begadang setelah
shalat ‘Isya karena beliau sangat ingin
melaksanakan shalat malam dan khawatir jika
sampai luput dari shalat shubuh berjama’ah.
‘Umar bin Al Khottob sampai-sampai pernah
memukul orang yang begadang setelah shalat
Isya, beliau mengatakan, “Apakah kalian
sekarang begadang di awal malam, nanti di
akhir malam tertidur lelap?!”[16] Apalagi
dengan begadang, ini sampai melalaikan dari
sesuatu yang lebih wajib (yaitu shalat
Shubuh)?!
Kerusakan Ketujuh: Terjerumus dalam Zina
Jika kita lihat pada tingkah laku muda-mudi
saat ini, perayaan tahun baru pada mereka
tidaklah lepas dari ikhtilath (campur baur
antara pria dan wanita) dan berkholwat
(berdua-duan), bahkan mungkin lebih parah
dari itu yaitu sampai terjerumus dalam zina
dengan kemaluan. Inilah yang sering terjadi di
malam tersebut dengan menerjang berbagai
larangan Allah dalam bergaul dengan lawan
jenis. Inilah yang terjadi di malam pergantian
tahun dan ini riil terjadi di kalangan muda-
mudi. Padahal dengan melakukan seperti
pandangan, tangan dan bahkan kemaluan
telah berzina. Ini berarti melakukan suatu
yang haram.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
ﻛُﺘِﺐَ ﻋَﻠَﻰ ﺍﺑْﻦِ ﺁﺩَﻡَ ﻧَﺼِﻴﺒُﻪُ ﻣِﻦَ ﺍﻟﺰِّﻧَﻰ ﻣُﺪْﺭِﻙٌ ﺫَﻟِﻚَ ﻻَ ﻣَﺤَﺎﻟَﺔَ ﻓَﺎﻟْﻌَﻴْﻨَﺎﻥِ
ﺯِﻧَﺎﻫُﻤَﺎ ﺍﻟﻨَّﻈَﺮُ ﻭَﺍﻷُﺫُﻧَﺎﻥِ ﺯِﻧَﺎﻫُﻤَﺎ ﺍﻻِﺳْﺘِﻤَﺎﻉُ ﻭَﺍﻟﻠِّﺴَﺎﻥُ ﺯِﻧَﺎﻩُ ﺍﻟْﻜَﻼَﻡُ ﻭَﺍﻟْﻴَﺪُ
ﺯِﻧَﺎﻫَﺎ ﺍﻟْﺒَﻄْﺶُ ﻭَﺍﻟﺮِّﺟْﻞُ ﺯِﻧَﺎﻫَﺎ ﺍﻟْﺨُﻄَﺎ ﻭَﺍﻟْﻘَﻠْﺐُ ﻳَﻬْﻮَﻯ ﻭَﻳَﺘَﻤَﻨَّﻰ ﻭَﻳُﺼَﺪِّﻕُ
ﺫَﻟِﻚَ ﺍﻟْﻔَﺮْﺝُ ﻭَﻳُﻜَﺬِّﺑُﻪُ
“Setiap anak Adam telah ditakdirkan bagian
untuk berzina dan ini suatu yang pasti terjadi,
tidak bisa tidak. Zina kedua mata adalah
dengan melihat. Zina kedua telinga dengan
mendengar. Zina lisan adalah dengan
berbicara. Zina tangan adalah dengan meraba
(menyentuh). Zina kaki adalah dengan
melangkah. Zina hati adalah dengan
menginginkan dan berangan-angan. Lalu
kemaluanlah yang nanti akan membenarkan
atau mengingkari yang demikian.”[17]
Kerusakan Kedelapan: Mengganggu Kaum
Muslimin
Merayakan tahun baru banyak diramaikan
dengan suara mercon, petasan, terompet atau
suara bising lainnya. Ketahuilah ini semua
adalah suatu kemungkaran karena
mengganggu muslim lainnya, bahkan sangat
mengganggu orang-orang yang butuh istirahat
seperti orang yang lagi sakit. Padahal
mengganggu muslim lainnya adalah terlarang
sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam,
ﺍﻟْﻤُﺴْﻠِﻢُ ﻣَﻦْ ﺳَﻠِﻢَ ﺍﻟْﻤُﺴْﻠِﻤُﻮﻥَ ﻣِﻦْ ﻟِﺴَﺎﻧِﻪِ ﻭَﻳَﺪِﻩِ
“Seorang muslim adalah seseorang yang lisan
dan tangannya tidak mengganggu orang
lain.”[18]
Ibnu Baththol mengatakan, “Yang dimaksud
dengan hadits ini adalah dorongan agar
seorang muslim tidak menyakiti kaum
muslimin lainnya dengan lisan, tangan dan
seluruh bentuk menyakiti lainnya. Al Hasan Al
Bashri mengatakan, “Orang yang baik adalah
orang yang tidak menyakiti walaupun itu
hanya menyakiti seekor semut”.”[19]
Perhatikanlah perkataan yang sangat bagus
dari Al Hasan Al Basri. Seekor semut yang
kecil saja dilarang disakiti, lantas bagaimana
dengan manusia yang punya akal dan
perasaan disakiti dengan suara bising atau
mungkin lebih dari itu?!
Kerusakan Kesembilan: Meniru Perbuatan
Setan dengan Melakukan Pemborosan
Perayaan malam tahun baru adalah
pemborosan besar-besaran hanya dalam
waktu satu malam. Jika kita perkirakan setiap
orang menghabiskan uang pada malam tahun
baru sebesar Rp.1000 untuk membeli mercon
dan segala hal yang memeriahkan perayaan
tersebut, lalu yang merayakan tahun baru
sekitar 10 juta penduduk Indonesia, maka
hitunglah berapa jumlah uang yang dihambur-
hamburkan dalam waktu semalam? Itu baru
perkiraan setiap orang menghabiskan Rp.
1000, bagaimana jika lebih dari itu?! Masya
Allah sangat banyak sekali jumlah uang yang
dibuang sia-sia. Itulah harta yang
dihamburkan sia-sia dalam waktu semalam
untuk membeli petasan, kembang api,
mercon, atau untuk menyelenggarakan pentas
musik, dsb. Padahal Allah Ta’ala telah
berfirman,
ﻭَﻻ ﺗُﺒَﺬِّﺭْ ﺗَﺒْﺬِﻳﺮًﺍ ﺇِﻥَّ ﺍﻟْﻤُﺒَﺬِّﺭِﻳﻦَ ﻛَﺎﻧُﻮﺍ ﺇِﺧْﻮَﺍﻥَ ﺍﻟﺸَّﻴَﺎﻃِﻴﻦِ
“Dan janganlah kamu menghambur-hamb
urkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya
pemboros-pemboros itu adalah saudara-
saudara syaitan.” (Qs. Al Isro’: 26-27)
Ibnu Katsir mengatakan, “Allah ingin
membuat manusia menjauh sikap boros
dengan mengatakan: “Dan janganlah kamu
menghambur-hamburkan (hartamu) secara
boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu
adalah saudara-saudara syaitan.” Dikatakan
demikian karena orang yang bersikap boros
menyerupai setan dalam hal ini.
Ibnu Mas’ud dan Ibnu ‘Abbas mengatakan,
“Tabdzir (pemborosan) adalah menginfakkan
sesuatu bukan pada jalan yang benar.”
Mujahid mengatakan, “Seandainya seseorang
menginfakkan seluruh hartanya dalam jalan
yang benar, itu bukanlah tabdzir
(pemborosan). Namun jika seseorang
menginfakkan satu mud saja (ukuran telapak
tangan) pada jalan yang keliru, itulah yang
dinamakan tabdzir (pemborosan).” Qotadah
mengatakan, “Yang namanya tabdzir
(pemborosan) adalah mengeluarkan nafkah
dalam berbuat maksiat pada Allah, pada jalan
yang keliru dan pada jalan untuk berbuat
kerusakan.”[20]
Kerusakan Kesepuluh: Menyia-nyiakan Waktu
yang Begitu Berharga
Merayakan tahun baru termasuk membuang-
buang waktu. Padahal waktu sangatlah kita
butuhkan untuk hal yang bermanfaat dan
bukan untuk hal yang sia-sia. Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam telah memberi nasehat
mengenai tanda kebaikan Islam seseorang,
ﻣِﻦْ ﺣُﺴْﻦِ ﺇِﺳْﻼَﻡِ ﺍﻟْﻤَﺮْﺀِ ﺗَﺮْﻛُﻪُ ﻣَﺎ ﻻَ ﻳَﻌْﻨِﻴﻪِ
“Di antara tanda kebaikan Islam seseorang
adalah meninggalkan hal yang tidak
bermanfaat baginya.” [21]
Ingatlah bahwa membuang-buang waktu itu
hampir sama dengan kematian yaitu sama-
sama memiliki sesuatu yang hilang. Namun
sebenarnya membuang-buang waktu masih
lebih jelek dari kematian.
Semoga kita merenungkan perkataan Ibnul
Qoyyim, “(Ketahuilah bahwa) menyia-nyiakan
waktu lebih jelek dari kematian. Menyia-
nyiakan waktu akan memutuskanmu
(membuatmu lalai) dari Allah dan negeri
akhirat. Sedangkan kematian hanyalah
memutuskanmu dari dunia dan
penghuninya.”[22]
Seharusnya seseorang bersyukur kepada Allah
dengan nikmat waktu yang telah Dia berikan.
Mensyukuri nikmat waktu bukanlah dengan
merayakan tahun baru. Namun mensyukuri
nikmat waktu adalah dengan melakukan
ketaatan dan ibadah kepada Allah. Itulah
hakekat syukur yang sebenarnya. Orang-orang
yang menyia-nyiakan nikmat waktu seperti
inilah yang Allah cela. Allah Ta’ala berfirman,
ﺃَﻭَﻟَﻢْ ﻧُﻌَﻤِّﺮْﻛُﻢ ﻣَّﺎ ﻳَﺘَﺬَﻛَّﺮُ ﻓِﻴﻪِ ﻣَﻦ ﺗَﺬَﻛَّﺮَ ﻭَﺟَﺎﺀﻛُﻢُ ﺍﻟﻨَّﺬِﻳﺮُ
“Dan apakah Kami tidak memanjangkan
umurmu dalam masa yang cukup untuk
berfikir bagi orang yang mau berfikir, dan
(apakah tidak) datang kepada kamu pemberi
peringatan?” (Qs. Fathir: 37). Qotadah
mengatakan, “Beramallah karena umur yang
panjang itu akan sebagai dalil yang bisa
menjatuhkanmu. Marilah kita berlindung
kepada Allah dari menyia-nyiakan umur yang
panjang untuk hal yang sia-sia.”[23]
Inilah di antara beberapa kerusakan dalam
perayaan tahun baru. Sebenarnya masih
banyak kerusakan lainnya yang tidak bisa
kami sebutkan satu per satu dalam tulisan ini
karena saking banyaknya. Seorang muslim
tentu akan berpikir seribu kali sebelum
melangkah karena sia-sianya merayakan
tahun baru. Jika ingin menjadi baik di tahun
mendatang bukanlah dengan merayakannya.
Seseorang menjadi baik tentulah dengan
banyak bersyukur atas nikmat waktu yang
Allah berikan. Bersyukur yang sebenarnya
adalah dengan melakukan ketaatan kepada
Allah, bukan dengan berbuat maksiat dan
bukan dengan membuang-buang waktu
dengan sia-sia. Lalu yang harus kita pikirkan
lagi adalah apakah hari ini kita lebih baik dari
hari kemarin? Pikirkanlah apakah hari ini
iman kita sudah semakin meningkat ataukah
semakin anjlok! Itulah yang harus direnungkan
seorang muslim setiap kali bergulirnya waktu.
Ya Allah, perbaikilah keadaan umat Islam saat
ini. Perbaikilah keadaan saudara-saudara
kami yang jauh dari aqidah Islam. Berilah
petunjuk pada mereka agar mengenal agama
Islam ini dengan benar.
“Aku tidak bermaksud kecuali
(mendatangkan) perbaikan selama aku masih
berkesanggupan. Dan tidak ada taufik bagiku
melainkan dengan (pertolongan) Allah. Hanya
kepada Allah aku bertawakkal dan hanya
kepada-Nya-lah aku kembali.” (Qs. Hud: 88)
Jadi Saran saya untuk para umat muslim jangan pernah merayakan tahun baru masehi,krna mau tahun berapa saja jika kita berfikir tahun itu positif maka kita akan menerima hari yg baik pada tahun itu.. Tahun berapa saja itu tetap sama,itu tergantung diri kita masing masing..
~SEKIAN TERIMAKASIH
WASSALAM...