Sunday, 17 November 2013

Judul Buku       : Pudarnya Pesona Cleopatra          
Pengarang       : Habiburrahman El Shirazy
Tempat           : Jakarta
Penerbit          : Republika, 2005
Edisi                : Soft cover
Gambar Buku   : Lukisan seorang lelaki
Warna Buku     : Coklat kehitam-hitaman
Panjang Buku   : 20,5 cm
Lebar Buku       : 13,5 cm
Tebal Buku       : viii + 111 halaman
Bahasa            : Indonesia

SINOPSIS

Judul               : Pudarnya Pesona Cleopatra
Tema               : Kisah seseorang yang menganggap kecantikan adalah segalanya.
Alur                 : Campuran (maju mundur)
Sudut pandang : Penulis sebagai orang pertama.

          Ibu menjodohkan aku dengan anak teman karibnya, Raihana namanya. Dia dua tahun lebih tua dariku tapi mukanya yang baby face terlihat enam tahun lebih muda. Selain itu, dia juga lulusan terbaik di kampusnya dan hafal Alquran. Entah kenapa, aku tidak bisa mencintainya. Demi ibu, aku menuruti keinginannya untuk menikah dengan Raihana. Hari pernikahan itu tiba, aku duduk di pelaminan bagai mayat hidup dengan hati hampa dan tanpa cinta. Tepat dua bulan setelah pernikahan, kubawa Raihana ke rumah kontrakan di pinggir kota Malang. Tetapi, bibit-bibit cintaku tak juga tumbuh.
Kelihatannya tidak hanya aku yang merasakan hal ini, Raihana juga. Hari terus berjalan dan komunikasi kami tidak berjalan. Dan sudah satu bulan lebih aku tidak tidur sekamar lagi dengannya. Setelah satu tahun, Raihana hamil. Saat usia kehamilannya memasuki bulan keenam, Raihana meminta ijin untuk tinggal bersama kedua orangtuanya dengan alasan kesehatan. Dia juga memintaku mencairkan tabungannya untuk menambah biaya persalinan.
Perjalanan hidup pak Agung dan pak Qalyubi menyadarkan diriku. Aku teringat Raihana dan ingin berjumpa dengannya. Aku ke kontrakan untuk mengambil ATM Raihana dan menemukan puluhan kertas merah jambu. Ternyata itu adalah surat-surat ungkapan batin Raihana yang selama ini aku zhalimi. Tak terasa air mataku mengalir, dadaku sesak oleh rasa haru yang luar biasa dan tangisku meledak. Cinta itu datang dalam keharuanku. Seketika itu, pesona Cleopatra memudar berganti cahaya cinta Raihana yang terang di hati. Segera kukejar waktu untuk membagi cintaku pada Raihana. Tetapi ibu mertuaku justru bilang kalau Raihana telah meninggal satu minggu yang lalu karena terjatuh di kamar mandi. Dia dan bayinya tidak selamat meskipun sudah di bawa ke rumah sakit. Aku menangis tersedu-sedu, hatiku sangat pilu dan jiwaku remuk. Ketika aku sedang merasakan cinta yang membara pada Raihana, ia telah tiada.
          “Orang yahudi mengawinkan anaknya dengan seseorang karena harta. Orang nasrani mengawinkan karena keindahan. Dan orang arab mengawinkan karena nasab dan keturunan. Sedangkan orang muslim mengawinkan anaknya karena melihat iman dan takwa. Anda tinggal memilih, masuk golongan manakah anda? “                     -dikutip dari karya Habiburrahman El-Shirazy-

Friday, 8 November 2013

Assalamualaikum WR WB

Disini saya mau Repost salah satu cerita/berita yang baru saya baca beberapa haro yg lalu.

Gini ceirtanya......

3 bulan yang lalu saya baru saja bertemu dengan seorang guru hebat, wanita paruh baya, ibu dari 3 orang anak yang tinggal di rumah beratap seng dengan dinding dari batang pohon gewang (Aren) dipedalaman Nusa Tenggara Timur. Asnat Bell namanya, sudah 10 tahun Asnat Bell mengabdi disebuah sekolah terpencil di NTT dengan gaji 50 ribu sebulan, Asnat tetap semangat mendidik anak-anak tanpa pamrih. Sungguh, sebuah pengorbanan yang besar untuk mendidik generasi bangsa.
6 bulan yang lalu pun saya baru saja mengunjungi pedalaman di Mentawai, Sumatera Barat, kondisi alam yang indah tapi tak seindah fasilitas transportasi public seperti di pulau sumatera ataupun jawa. Masyarakat hanya menggunakan sampan untuk melakukan aktivitas hidup sehari-hari. Tak ada jalan raya yang menembus hingga kepelosok pulau. Butuh 7 jam bagi anak-anak untuk dapat melanjutkan Sekolah Menengah Atas di kantor kecamatan. Padahal Negara ini Sudah 68 tahun merdeka.

Di Televisi, setiap hari selalu dicekokin berita seputar kasus-kasus korupsi, entah itu politisi, anggota DPR, Ketua Makamah Konsitusi hingga polisi, semua tersangkut perkara, berita itu sepanjang hari, minggu, bulan hingga tahunpun kasus korupsinya tak kunjung selesai. Para maling uang rakyat yang seharusnya untuk kesejahteraan rakyat, kesejahteraan pendidikan, kesejahteraan hidup rakyat pelosok negeri, hanya tersenyum tanpa bersalah dengan baju tahanan KPK, tak ada rasa malu, tak punya rasa bersalah, selalu menyangkal, walaupun sudah menumpuk banyak dihadapan mereka. Mereka pun bisa berlibur, menikmati alam bebas walapun sudah dipenjara. Sungguh contoh yang tidak baik untuk bagi generasi bangsa kedepan.
Sedangkan di pinggiran kota, masyarakat marah, geram, menghajar hingga babak belur seorang maling ayam. Sipencuri ayam berharga 100 ribu, hampir mati dihajar masa. Menutup mukanya karena malu, dengan sedikit lebam, aib bagi keluargnya, tak mau mengakui bahwa si pencuri ayam adalah kerabat mereka, mereka malu. Tak jarang pencuri ayam harus mendekam dalam penjara selama bertahun-tahun untuk mempertanggungjawabkan perbuatan mereka, tanpa pembelaan, tanpa keringan hukuman.
Beda lagi dengan anggota DPR yang jelas-jelas menjadi tersangka dalam kasus korupsi, jelas jelas maling uang rakyat, aneh bin ajaib, mereka masih tetap mendapat dana pensiun, gila!. Mungkin hanya di Negara ini, seorang koruptor masih di gaji oleh Negara, betapa rakusnya mereka, sudah maling uang rakyat, masih saja menerima dana pensiun puluhan juta rupiah. Enak bukan? Berbanding terbalik dengan kisah hidup Asnat Bell, berjuang mengentaskan kebodohon untuk generasi bangsa, mengajar 7 jam sehari, hanya di gaji Rp. 50,000 . Boro – boro mendapatkan perhatian dan dana pensiun, untuk menjadi seorang PNS bergaji satu jutaan pun Asnat harus menunggu 10 tahun. Dan 10 tahun pengabdiannya tak membuahkan apa-apa, hanya kenaikan gaji menjadi 100,000 sebulan. Adilkah?
Ya memang semua sudah terbalik di negeri ini, koruptor lebih dihargai dan berikan dana pensiunan ketimbang seorang guru dipedalaman Nusa Tenggara Timur yang berjuang bertahun-tahun demi mencerdaskan anak bangsa.
Hey Maling, dimana hati nurani kalian?

- SEKIAN
Wassalam

Assalamualaikum WR WB

Disini saya mau tulis pesan pesan saya untuk temen temen saya yg mana nama namanya gak bisa saya sebutkan.

UNTUK KALIAN

Haii kalian !
Terimakasih ya telah menjadi teman ku selama 3 tahun ini,saya harap pertemanan kita jangan cuma sampai disini aja.. semoga kalo kita sudah tidak bersama kita masih saling ingat kalo kita pernah kenal pernah berteman dan akan selamanya menjadi teman.

Oh iya. Haii juga buat kalian yang spesial.
Terimakasih yah udah jadi Sahabat saya,sudah jadi seperti saudara,sudah jadi seperti orang tua dan guru yg selalu menasehati ku,yg selalu membenarkan ku ketika benar dan yg menyalahkan ku ketika salah. Saya selalu berfikir,kenapa org seperti saya bisa mendapatkan sahabat sahabat yg baik seperti kalian.
Namun mungkin letak kesalahan saya adalah disini !!! Saya tidak pernah peduli dengan sahabat sahabat saya,saya selalu menomor satukan teman yg mungkin tidak mementing kan saya,sehingga perlahan lahan sahabat sahabat saya mulai pergi mencari org yg lebih pantas menggantikan saya. Tetapi saya senang,saya senang bukan karena mereka pergi,tetapi saya senang dgn kepergian mereka,mereka bisa mendapatkan sahabat yg lebih baik dari saya dan bisa menyayangi mereka lebih dari saya.

Saya tau dan saya sadari perpisahan itu suatu saat pasti akan datang,ketika perpisahan itu datang sedih juga akan menghampiri. Namun Perpisahan itu bukan lah duka meski harus meninggalkan luka,kita berfikir positif saja Semoga kita masih bisa bertemu lagi

Sampai Jumpa di kesuksesan masing masing sobat !!! Jangan lupakan semua yg telah kita lalui bersama.

-Sekian dan Terimakasih

Ulfah Maulidiani

Saturday, 2 November 2013

The Quran is the central religious text of Islam, which Muslims believe to be a revelation from God. It is widely regarded as the finest piece of literature in the Arabic language. Muslims consider the Quran to be the only book that has been protected by God from distortion or corruption. However, major textual variations and deficiencies in scripts mean the relationship between the text of today's Quran and an original text is unclear.